Hai kamu, yang tak bisa kusebut namanya..
Kamu yang tak pernah aku genggam dan tak pernah juga aku lepaskan. Perihal kamu yang tak pernah ku genggam sama saja seperti kamu selalu ku lepas, walau tak benar benar ku lepas bebas.
Tapi kali ini bismillah, aku siap benar benar melepasmu tanpa pernah berusaha untuk menggenggam lagi.
Hari ini aku ingin pamit undur diri 😌
Sebenarnya kedengaran mendadak sekali kan?
Iya, aku pun juga terkadang bimbang untuk mengatakan ini.Tapi memang inilah akhirnya.
Aku tak ingin perasaan serakah untuk terus bersamamu itu menguasai raga dan pikiran. Padahal, hati ku sudah menjerit meronta dan berdarah-darah agar ragaku pergi menjauh darimu 2 tahun yg lalu. Entah kenapa, perasaan serakah itu selalu saja berhasil mencari celah agar aku terus BERUSAHA bersama mu.
Kalo boleh digambarkan, hati ku sudah tersayat-sayat tipis, pedih sekali rasanya ketika setiap tetesan air mata jatuh berderai di sayatan itu. Memang tak nampak luka yg menganga, hanya saja sayatan tipis menahun lebih menghancurkan dibandingkan luka yg menganga.
Tenang saja, tak usah merasa bersalah. Rasa sakit dihatiku ini bukan kesalahanmu.
Ini murni kesalahanku.
Hatiku terlalu berusaha sekuat tenaga membunuh perasaan serakah untuk bersamamu.
Ia berjuang mati matian agar raga dan pikiran ku tersadarkan kembali. Hati selalu tau dimana ia dianggap atau tidak. Meskipun nyaman, ia paham akan posisi yang tak seharusnya ditempati.
Namun, terkadang manusia ego dengan menolak kenyataan dan lebih suka menghancurkan dirinya sendiri.
Hatiku tau diri!!!
Tapi raga dan pikiranku tidak!!!
Hari ini momentum yg tak kan ku lupakan, kurasa sekarang cukup sudah perjuanganmu hatiku 🙂 ragaku akan berjuang mati matian juga bersamamu untuk PERGI SEPERGI-PERGINYA.
Teruntuk kamu... yang tak bisa ku sebut namanya,
Kamu berhak bahagia dengan pilihanmu, dan aku juga akan bahagia karna melihatmu bahagia. Akan kubuat itu SEDERHANA, karna kusadar bahwa kita bukanlah yang ditakdirkan-Nya.
Maaf kita tidak bisa seperti dulu lagi, kamu menyadarkanku diposisiku saat ini. Itulah mengapa aku lebih memilih mendoakanmu, cukup aku dan Tuhan saja yg tahu. Berteman denganmu ternyata tidak semenyenangkan yang aku pikir. Ada rasa yang harus ditahan dan itu menyakitkan.
Terimakasih untuk cerita yang pernah terjadi,
Untuk waktu yang berharga,
Untuk suatu hal yang baru,
Untuk tawa yang tak pernah habis,
Untuk penyemangat dikala hari buruk datang.
Aku mencintaimu.
Terimakasih dan selamat tinggal.
.
.
.
.
.
Sampai ketemu di lain kesempatan 😊
Setidaknya hingga aku mampu untuk berdamai dengan perasaan serakah yg tak seharusnya ada.